Minggu, 20 April 2014

Tentang Menjadi Cahaya dan Menyukai Kehidupan Dunia

1. Alif Lam Ra. (ini adalah) kitab yang kami turukan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.

2. Allah yang memiliki apa yag ada di langit dan apa yang ada di bumi. Celakalah bagi orang yang ingkar terhadap Tuhan karena siksaan yang sangat berat,

3. (yaitu) orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada (kehidupan) akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan (jalan yang) bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.

QS. Ibrahim : 1-3

Waktu saya baca terjemah tiga ayat ini, yang terbayang pertama adalah betapa sulit perjuangan Nabi Muhammad dahulu ketika berdakwah di Mekkah. "Mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang", sungguh bukan perjuangan yang mudah, apalagi untuk ukuran keadaan zaman dahulu adalah masa di mana Islam adalah sesuatu yang baru, yang asing, dan sangat berbeda sekali isi ajarannya dengan tradisi nenek moyang zaman jahiliyyah dahulu. Shalawat semoga selalu teriring padamu ya Rasul. Semoga kami juga bisa menjadi cahaya di tengah kegelapan dimanapun berada*. Saya jadi ingat postingan Kak Azhar di sini. Barusan baca lagi, ah jadi merasa diingatkan karena kondisi akhir-akhir ini yang rasa-rasanya seolah banyak beban pikiran, padahal sungguh itu semua mungkin belum apa-apa, masih banyak yang belum disyukuri.

Hal kedua yang terlintas di benak saya adalah ketika membaca terjemah ayat ketiga. Mungkin kita udah sering dengar ya tentang dunia yang sementara, akhirat yang selamanya. Atau masalah dunia yang hanya permainan dan senda gurau (la'ib wa lahwu-QS. Muhammad:36). Tapi ketika bacanya lagi itu rasanya...kayak bener-bener diingatkan kembali. Fit, seberapa sering kamu mengutamakan kepentingan akhirat daripada dunia? Padahal Allah bilang yang demikian itu celaka, yang demikian itu mendapat siksa yang berat. Ah... :" :" Banyak hal yang harus diluruskan lagi, mulai dari niat sampai pelaksanaan...

Jogjakarta, 20 April 2014

*Aduh, jadi ingat obrolan panjang sama Maryam tadi pagi di WA. Mohon doanya ya Mayam biar sama-sama bisa jadi cahaya T^T. Aamiin

Kamis, 17 April 2014

Find What You Love-Steve Jobs

Steve Jobs:“Sometimes life hits you in the head with a brick. Don’t lose faith. I’m convinced that the only thing that kept me going was that I loved what I did. You’ve got to find what you love. And that is as true for your work as it is for your lovers. Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. If you haven’t found it yet, keep looking. Don’t settle. As with all matters of the heart, you’ll know when you find it. And, like any great relationship, it just gets better and better as the years roll on. So keep looking until you find it. Don’t settle.”
hasil mampir ke sini 

*sering tertampar kalo ngomongin  hal semacam ini. Banyak yang perlu dibenahi, apa emang saya *ah gatel pengen ngomong gue :P* yang kurang fokus, apa emang semacam saat ini saya salah dunia? Nggak Fit, kamu yang harus benahi diri.

*kamu katanya banyak kerjaan, banyak tanggungan, kenapa ngeblog? Ya jawaban ini itu...mau nggak mau jawaban pertanyaan di atas. Don't settle. Don't settle.

Rembulan Malam Ini : Kepada Amaris

Kepada kalian yang membaca tulisan ini pada malam yang sama ketika aku menulis, maukah kalian bersusah payah sedikit keluar untuk melihat rembulan. Semoga langitnya cerah seperti langit yang kulihat malam ini. Semoga sinar rembulannya bersih cemerlang serupa dengan apa yang aku lihat tadi. Di manapun kalian berada.

Bagaimana aku tidak memaksa kalian untuk melihat? Karena rasanya aku ingin berbagi kebahagiaan yang sama. Kebahagiaan ketika melihat langit malam yang begitu jernih. Bahkan aku bisa melihat banyak bintang malam ini. Seperti langit IC atau langit DM saat subuh menjelang. Ketika langit terlalu bersih untuk dipandang, dan itu...menyenangkan :')

Amaris, apa kabar kamu di Bandung? Sudahkah kamu keluar sejenak dari kotak cokelat yang menjemukan itu setelah sampai di sana (mungkin sekitar Rabu minggu lalu)? Malam ini aku melihat perwujudanmu di langit sana. Ah, kamu tahu? Aku merindukan mereka yang biasa berjalan bersama saat jalan ke masjid IC ketika shubuh, atau ketika pulang selepas Isya-atau kegiatan setelahnya. Halo kalian semua, malam ini sedang apa? Maukah kalian mengecek langit masing-masing? Semoga cemerlangnya rembulan yang kita lihat masih sama.

Malam ini aku pulang jam delapan. Seperti biasa, ada hal yang kubenci ketika pulang malam : saat aku bermonolog sendirian tanpa sadar. Kebiasaan yang menyebalkan. Tapi malam ini pulang malam jadi tidak lagi menyebalkan. Kurang dari lima puluh meter dari gerbang kastil kosan (abis gerbangnya tinggi banget) langkahku terhenti, terseret mundur kembali. Ini pemandangan yang kulihat Selasa lalu : Rembulan. Hai ini hari ketiga rupanya : purnama terakhir bulan ini (aku kira kemarin). Bukan rembulan biasa. Cakep banget pokoknya lihat rembulan di belakang atap kosan yang berlantai dua, terus di sekelilingnya ada awan-awan kelabu ditambah daun-daun dari pohon yang lebih tinggi dari kos yang berlantai dua. Daun pohonnya kayak cemara, nggak kayak pohon mangga. Cakep, pake banget.

Bahkan rasanya tadi pengen nyebrang jalan lagi buat ngelihat itu dari sisi yang agak jauh dan jelas. Tapi urung. Alhamdulillah pertolongan Allah datang lewat anak kosan yang mau keluar, jadilah saya pengaruhi (boong deng, saya temenin dia keluar, maksudnya) biar kita liat bulan bareng. Menyenangkan sekali melihat rembulan bersama. Padahal kita sampe berdiri-jongkok di trotoar depan restoran yang juga dekat lampu merah. Biar saja dilihat orang banyak. Mereka ngeliat kita, kita ngeliat bulan. Pemandangan yang jarang banget terlihat seindah malem ini sekalipun sama-sama purnama.

Amaris, aku sampai berandai-andai. Coba restoran sebelah kos ini jadi perpustakaan yang jendela sebelah timurnya bisa untuk melihat langit malam. Atau bahkan punya lantai atas yang bisa digunakan utuk stargazing sepuasnya. Pasti menyenangkan. Seperti kotamu di Traumen sana. Aku ingat cerita kalian ketika pergi melihat langit di Elaine. Hei, apa kabar Angie, Zitta, Shaine dan Cryan? Semoga kalian semua cepat kembali mengunjungiku di sini. Bahkan menyapa seluruh Indonesia. Semoga. Aku terus berharap.

Aku juga melihat Orion. Rasi istimewa dengan penunjuk tiga bintang berjejer di atasnya. Tahukah kau Amaris, aku jadi ingat cerita Angie yang bilang kenapa ia suka sekali dengan Orion. Kamu tentu ingat, bukan? Malam ini, ketika kepalaku penat sejak tadi, dan rasanya ingin meluapkan segenap emosi, melihat rasi orion mengingatkanku pada kalimat Angie malam itu.
"Orion memiliki filosofi sebagai Sang Pemburu. Tiga bintang berjejer yang menyerupai sabuk orion menjadi ciri khas pengenalnya. Bagiku Orion Sang Pemburu seperti memiliki keberanian sekalipun ia hadir kala malam. Artinya, ada suatu keberanian yang harus ada pada diri kita walaupun sekeliling kita gelap, masih belum bercahaya."
Dear Amaris, sudah dulu, ya. Salam buat kawan-kawanmu. Bilang aku tunggu kabar bahagia dari kalian semua di sini. Tentu maksudku bukan kedatangan kalian dalam wujud yang sama. Kau pasti mengerti maksudku, bukan ;) ? Minta doa dan semangatnya agar segala urusan yang kuhadapi bisa segera selesai. Sejujurnya aku masih takut. Takut sekali, bahkan. Bilang pada Angie biar ia kirimkan segenap motivasi dan penyemangat agar kekuatan Orion agar sampai pada diriku, hehehe. Tentu saja, segenap kekuatan itu dari Allah, ya kan :)? Kumohon kiriman kekuatannya, ya Allah :)


Peluk buat kalian semua, Amaris dan kawan-kawan
juga untuk kalian semua yang sering menemani melihat malam berbintang
juga untuk siapapun yang mau mengerti tentang kebiasaan ini.

Salam kangen :")

Amaris, tadi aku sempat foto langitnya, tapi kamera VGA hapeku tidak mampu ambil bagus fotonya. Doakan ya, semoga uang tabunganku segera cukup beli kamera, hehe.

Rabu, 16 April 2014

Apa yang Dilakukan Setelah 'Mengapa'

Saya lupa pernah baca di mana, hanya ingat kalau bacanya di sebuah buku pengetahuan anak-anak dengan kata "Why?" tertera besar-besar di cover bukunya. Saya ingat di dalamnya tertulis begini kata-katanya 
untuk menjadi pintar, mulailah dengan bertanya mengapa?

Tapi hari ini saya tahu bahwa, 
yang terpenting bukan pertanyaan mengapa-nya 
tapi lebih penting lagi adalah 
apa yang dilakukan setelah pertanyaan itu
membenak di kepala.

#selfnote #selfnote #selfnote #selfnote #selfnote 
beribu-ribukali #selfnote 

terpikir saat ujian KBP tadi
Ruang U2.02, 16 April 2014

Rabu, 09 April 2014

[Resensi#10] Sang Pelukis Senyum : Hai Anak-anak Di Manapun Berada, Tersenyumlah :) !

Judul Buku  : Sang Pelukis Senyum
Penulis : Yuli Anita Bezari
ISBN : 979-752-263-6
Penerbit  : DAR! Mizan
Ketebalan : 156 halaman
Ukuran : 17 cm

Lembayung Senjakala adalah seorang anak yang sangat pandai menggambar. Jemarinya lincah menari di atas kertas. Tujuh menit berjalan, ia dapat menyelesaikan gambar Pak Tani yang memanggul batang singkong beserta anaknya atau gambar dua orang petani di sawah. Bagi Ayung, buku gambar dan pensil adalah benda penting yang selalu ia bawa kemana-mana.

Suatu hari, ayah Ayung yang selama dua tahun terakhir bertugas di luar negeri telah kembali. Ia mengajak Ayung yang selama ini tinggal bersama bibinya di desa untuk tinggal di kota. Berat bagi Ayung meninggalkan banyak hal sederhana yang kerap membuatnya bahagia di desa. Namun apa daya, ia tidak mau membuat ayahnya bersedih karena keinginannya tinggal di desa.

Kepindahannya ke kota membuatnya melihat banyak hal yang tidak ia lihat di desa. Kesederhanaan kokok ayam, misalnya. Ayung juga rindu melihat senyuman, yang selama di desa seringkali dilihatnya. Senyuman manis dan tulus bagi Ayung merupakan hal yang amat bermakna. Tapi, kenapa di kota beberapa orang seperti anak jalanan dan penjaga sekolah baru Ayung sulit sekali tersenyum?

Di sekolah baru ketika ia memperkenalkan diri, Bu Kurnia dengan mudah menebak hobinya lewat buku gambar yang ia dekap erat saat itu. Kali itu jugalah Ayung merasakan tatapan sinis dari Silver, seorang teman baru di kelas Ayung. Ternyata, Silver dan teman akrabnya, Brons, merupakan sepasang sahabat yang sering mewakili kelas untuk mengikuti lomba melukis. Ayung jadi segan menunjukkan kemampuan melukisnya pada teman-teman yang meminta diukis Ayung.

Tak disangka, keputusan Bu Kurnia meminta Ayung mewakili kelas dalam perlombaan lukis membuatnya diberi tantangan oleh Silver dan Brons. Walaupun Silver juga mewakili kelas, tapi posisi Brons yang kali ini tidak dipilih Bu Kurnia membuat mereka ingin menantang Ayung. Ayung ditantang untuk menggambar wajah-wajah tanpa senyum. Bagi Ayung, ini adalah hal tersulit yang pernah ia hadapi. Ia tidak bisa menggambar wajah tanpa senyum. Bukan hanya karena ia kesulitan menggambar mata yang suram, kening berkerut, atau bibir yang cemberut, lebih dari itu melihat ekspresi sedih tanpa senyum, Ayung bisa ikut bersedih hingga merasa kehilangan semangat untuk melukis. Ya, Ayung adalah seorang pelukis senyum.

Lewat buku ini, secara tidak langsung Ayung dapat mengajarkan pembaca mengenai keindahan senyum tulus yang mesti dimiliki oleh setiap orang. Kepolosan anak kecil, kejernihan hati mereka, dan ketulusan harapan mereka patut untuk dicontoh oleh siapa saja. Ketika Ayung tidak bisa menggambar wajah tanpa senyum, yang dilakukannya bukanlah berlatih sedemikian keras untuk dapat menggambarnya., melainkan ia berusaha keras membuat wajah-wajah tanpa senyum itu agar dapat menyunggingkan senyum tulus terbaiknya yang pernah mereka punya. Sesulit apapun caranya.

Dari cover buku, pembaca dapat mengetahui bahwa buku ini ditujukan untuk anak-anak usia 7-12 tahun. Keteladanan yang diberikan oleh tokoh serta kebiasaan-kebiasaan baik yang diselipkan lewat cerita didalamnya–seperti tidak ghibah, tidak membuang sampah sembarangan, makan setelah lapar, kesetiakawanan, saling membantu, dan lain sebagainya—adalah salah satu cara menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak-anak sejak dini. Namun tidak ada salahnya jika buku ini juga dibaca oleh usia di atas 12 tahun karena keteladanan yang diberikan, bisa jadi mengingatkan kita kembali atas perilaku yang mungkin masih kurang baik untuk dilakukan.

Saya pribadi suka sekali tulisan persembahan buku yang diberikan oleh penulis pada halaman 5, manis sekali, begini tulisannya :

 “Cerita ini kutulis untuk anak-anak Indonesia.
Yang menghiasi hati dan bibirnya dengan senyuman, maupun yang masih termasuk dalam kelompok berikut ini :
-          Suka cemberut kalau menapat tugas dari guru atau orang tua
-          Suka marah atau sedih berlama-lama bila harapan tak sesuai dengan kenyataan.
Ayo, tersenyumlah!Dengan tersenyum, hidup terasa lebih menyenangkan.
Ayo, tersenyumlah!Dengan tersenyum, tiga kebaikan akan datang kepada kita :
-          Semakin dicintai Allah karena senyum itu sedekah,
-          Semakin banyak teman, dan
-          Sehat.
Selamat membaca! Renungkanlah maknanya.”

ditulis dengan senyuman
:)

[Resensi#7] Why? Future Science : Inti Sains Masa Depan Adalah Mewujudkan Mimpi

Judul Buku : Why? Future Science (Serial Why? : Sains Masa Depan)
Penulis : Cho, Young-Seon
ISBN : 978-602-00-0921-6
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Ketebalan : 160 halaman
Ukuran : 18 x 24 cm
Harga : 75.000

Terjadi penyerangan di Pulau Tamra. Makamura, seorang kapten bajak laut yang memimpin penyerangan ini berkeiginan untuk menguasai pulau tersebut. Komji, seorang anak laki-laki yang pintar dan penuh rasa ingin tahu diminta untuk menjaga Omji, seorang putri bangsawan. Mereka membuka kotak yang diwariskan oleh keluarga Omji secara turun temurun untuk mendapatkan bantuan mengatasi serangan Makamura di kota itu.

Setelah melakukan petunjuk dalam kotak, bantuan pun datang. Awalnya Komji dan Omji keheranan karena bantuan yang datang berupa seorang kakek berpakaian aneh yang ternyata adalah Profesor dari masa depan, Profesor Mi Rae Mong.

Profesor Mi Rae Mong membantu Komji dan Omji mengalahkan kekuatan pasukan Makamura dengan bantuan kecanggihan alat-alat yang dibawanya dari masa depan. Ia menghadapi pasukan Makamura dengan tangan kosong karena dapat menghilangkan diri dan muncul di tempat lain serta memiliki besi sebagai pengganti tulang di tangannya.

Mulanya kata-kata Profesor Mi Rae Mong sulit dimengerti oleh Komji dan Omji, tapi setelah diberikan alat penerjemah oleh Profesor, mereka berdua dapat memahami semua ucapannnya.

Profesor Mi Rae Mong membantu rakyat Pulau Tamra dari banyak aspek. Ia menyembuhkan Jenderal Pulau Tamra yang buta dan cacat tangannya akibat terluka pada peperangan sehingga Jenderal sembuh seperti sedia kala. Ia membawa robot yang dapat membantu mengerjakan hal-hal berat, bahkan membangun rumah baru. Ia juga membawa robot pembantu pasien untuk melakukan diagnosis pasien.

Profesor Mi Rae Mong juga membantu rakyat Pulau Tamra dalam hal persiapan perang lewat robot-robot serangga pengintai, pakaian wearable computer, senjata yang aman, latihan perang dengan virtual reality, pakian tempur super, dan hal-hal keren lainnya yang merupakan hasil kecanggihan teknologi.

Buku ini dapat menjelaskan dengan baik alat-alat masa depan yang merupakan hasil perkembangan kecanggihan teknologi. Setiap muncul suatu alat baru, akan diberikan deskripsi singkat mengenai teknologi tersebut serta dibahas penerapannya di dunia nyata. Beberapa teknologi juga diceritakan kelebihan dan kekurangannya. Dan menariknya, semua teknologi yang muncul di buku ini merupakan teknologi yang dalam dunia nyata juga sedang diteliti dan dikembangkan oleh para ilmuwan. Terbukti dari adanya foto robot asli serta kalimat yang menjelaskan lokasi penelitiannya, misalnya, pada foto-foto yang juga ditampilkan dalam buku ini.

Penyajian buku yang seperti komik, meski dipadati oleh fakta-fakta ilmu pengetahuan tidak akan membuat pembaca bosan. Kecanggihan teknologi yang mungkin tidak pernah terlintas di benak manusia ini dapat digambarkan secara nyata dan membuat pembaca bersemangat untuk mengetahui teknologi masa depan dan mempelajarinya. Buku ini cocok dibaca oleh semua usia, terutama anak-anak sampai remaja karena buku ini juga dapat memotivasi agar giat belajar untuk memberikan sumbangsih yang besar di dunia teknologi di masa depan.

“Inti sains masa depan adalah mewujudkan mimpi.”
-Profesor Mi Rae Mong,
di cover depan buku ini :D


sumber gambar dari situs penerbit aslinya di sini

Jumat, 04 April 2014

[Resensi#9] Tuhan Maha Romantis : Ketika Ekspresi Rindu Adalah Doa, Tak Ada Cinta yang Tak Mulia

Judul Buku          : Tuhan Maha Romantis
Penulis                 : Azhar Nurun Ala
ISBN                      : -
Penerbit              : Lampu Djalan
Ketebalan           : 251 halaman
Ukuran                 : 13 x 17,5 cm
Harga                    : 60.000

“Ketika ekspresi rindu adalah doa, tak ada cinta yang tak mulia.”


Rijal Rafsanjani, jatuh cinta pada kakak tingkatnya di universitas yang baru dimasukinya, Annisa Larasaty. Ketertarikan pertama ketika melihatnya membacakan puisi pada suatu senja, di hari pertamanya melihat-lihat kampus Universitas Indonesia.

Mereka ditemukan kembali di Teater Daun, sebuah forum sastra di kampus. Suatu kesempatan memaksa keduanya membacakan interpretasi terhadap puisi terkenal karya Sapardi, Hujan Bulan Juni. Lambat laun, Rijal mulai merasakan perasaan lain pada yang kian tumbuh terhadap Laras. Ia jatuh cinta. Namun keyakinan dan pengertian bahwa Laras bukanlah perempuan sembarangan membuatnya menjaga perasaannya dan bertekad hanya akan menyampaikannya ketika saat yang tepat tiba. Baginya saat yang ditunggu itu saat Laras wisuda.

Hari wisuda Laras, saat Rijal ingin mengutarakan lamaran, malah justru menjadi hari di mana ia kehilangan jejak Laras. Tidak ada kabar sama sekali. Laras menghilang, entah ke mana, sesaat setelah wisuda. Dirinya gamang. Mau mencari, tapi ke mana? Nomor yang tidak bisa dihubungi. Media sosial yang tiba-tiba tidak aktif. Tidak ada cara bahkan untuk mengontak Laras sama sekali.

Waktu terus bergulir. Orang tua Rijal yang kian menua pada akhirnya membuat Rijal memutuskan untuk segera menikah dengan perempuan pilihan ibunya, Aira. Perempuan yang baik, meskipun hati Rijal masih tertuju pada Laras. Sampai suatu ketika Rijal bertemu kembali dengan Laras. Kala itu Rijal memang belum menikah, tapi lamaran sudah dilakukan. Bahkan Laras pun terkesiap melihat cincin yang sudah terpasang rapi di jari Rijal. Pertemuan singkat mereka meninggalkan kegamangan di hati keduanya.
***
Novel Tuhan Maha Romantis merupakan novel cinta yang penuh dengan kalimat puitis. Barangkali karena Azhar, pengarangnya masih terbawa oleh suasana penulisan buku pertamanya, Ja(t)uh. Puitis ini tidak mengurangi isi dan jalannya cerita, namun sayangnya penggambaran detail latar tempat dan suasana jadi kurang maksimal, meskipun suasana hati tokoh utama cukup mendominasi. Namun kalimat-kalimat puitis ini juga tentu dapat menyentuh hati pembaca dengan baik. Kalimat-kalimat puitis ini tidak melulu bicara soal perasaan cinta Rijal pada Annisa, namun juga antara ayah maupun ibu Rijal ketika putranya hendak merantau ke tanah Jawa. Tergambar sekali bagaimana cinta orang tua pada anaknya lewat kalimat puitis Azhar.

Novel ini cocok dibaca oleh remaja sampai dewasa. Semoga para pembacanya dapat menangkap pesan kebaikan yang hendak disampaikan oleh penulis, tidak hanya kisah cintanya semata. Meski akhir cerita terkesan terburu-buru dan alasan Laras menghilang terkesan janggal, cerita ini dapat menjumpai akhirnya dan tidak meninggalkan ending yang menggantung bagi pembacanya. Novel yang dipersiapkan dengan cukup matang versi Azhar ini bahkan dilengkapi dengan soundtracknya yang dapat diperoleh dari website resmi Azhar Nurun Ala. Selamat menikmati J !


Kamis, 03 April 2014

Insan Cendekia : Syukur Tiada Hingga

 Di kampus, formulir beasiswa pada umumnya suka nanyain tentang pernah nggaknya kita dapat beasiswa sebelumnya. Terus kalau pernah, ada kolom yang nanyain berapa besar beasiswa yang diterima per bulannya.

Saya nggak tau itu kolom diisi sama beasiswa yang pernah diterima semasa kuliah apa boleh dari dulu-dulu jaman sebelum kuliah. Pertama saya ngisi form itu adalah saat masih maba yang belum pernah dapet beasiswa di kampus. Terus saya kepikiran, dulu di IC-yang notabene beasiswa dari masuk sampai keluar- kalo diuangkan per bulan berapa besar, ya? Beasiswa selama di IC jaman saya dulu *aduh berasa udah lama banget* dari mulai uang masuk (uang pangkal), seragam, asrama, makan 3x sehari, SPP perbulan, suplemen (semacam makanan bergizi kayak susu kotak, telur rebus, kacang hijau, atau kue-kue basah dan sejenisnya) tiap sore, buku pelajaran, biaya study tour, berobat di poliklinik, dan lain sebagainya. Meskipun karena beberapa pasang surut pernah juga untuk suplemen mesti bayar (yang mau aja jadinya). Tapi overall, biaya kami perbulan sudah ditanggung. Kami tak perlu repot-repot bayaran. Dan tanpa tahu berapa besar biaya SPP saya—SPP kami setiap siswa IC— per bulan.

Kemudian, pada suatu kesempatan saya memberanikan diri untuk bertanya pada salah seorang guru. Saya menanyakan berapa nilai beasiswa IC jika diuangkan perbulan.

Kemudian guru saya jawab apa? Guru saya menyebutkan angka yang bahkan lebih besar daripada uang kuliah saya persemester (sengaja nggak saya cantumkan angkanya di kutipan kata-kata di bawah). Saya garis bawahi, angka beasiswa IC per bulan yang bahkan lebih besar dari uang kuliah saya per semester.
"Perbulan nya zaman fitri di angka: *sekian* (sekarang sudah lebih). (Monggo dikali 3 tahun) belum termasuk uang pangkal. Beruntung dan alhamdulillah, itu juga sangat berarti bagi orang tua. (Jujur saja: kami guru karyawan, yang pada punya anak, ingin juga anak-anaknya menikmatinya seperti anak-anak orang lain. Dididik ditempa sedemikian rupa. Apa daya belum seberuntung kalian. Malu rasanya kalau mau diungkapkan lebih jauh). Bersyukur kepada Allah, bersyukur sepanjang waktu (kata opick)."

Apa yang saya rasakan saat itu? Sedih, terharu, campuraduk jadi satu. Sedih rasanya ketika menyadari bahwa guru-guru kami yang selalu penuh dedikasi itu, orang-orang terdekat kami itu bahkan bisa jadi ketika mengajar juga berharap putra-putri kandungnya juga ada di salah satu bangku di antara bangku kami. Para karyawan yang melayani kami sepenuh hati, memperbaiki keran rusak—atau fasilitas lainnya, menuangkan porsi sayur dan lauk ke nampan-nampan makan kami, mengobati kami di poliklinik, mungkin berharap anak-anak kandungnya dapat menikmati fasilitas sekolah dan asrama, serta betapa menyenangkannya sekolah di sini. Maka ya Allah, nikmatMu yang manakah yang pantas kami dustakan?

Sedih juga karena rasa-rasanya saya belum bisa jadi alumni yang membanggakan buat IC yang membawa hasil didikan super mereka dalam bentuk prestasi yang membanggakan. Masih jadi alumni yang biasa-biasa aja. Prestasi itu salah satu tanda syukur. Prestasi juga tanda terima kasih. Ah, Bapak Ibu guru dan karyawan, maafkan saya... :"

Dear teman-teman alumni IC di manapun berada, selalu ada harapan yang terbit ketika Bapak Ibu guru kita mengajar. Kala pagi berangkat mengajar, kala menyampaikan materi, kala meninggalkan kelas saat kita biasa ulangan harian, kala mendatangi asrama untuk membantu menerangkan kembali apa yang masih kita bingungkan. Ada harap yang terus terbit yang boleh jadi mereka lantunkan dengan ikhlas di setiap doa. Tentang perilaku kita, tentang perangai kita, tentang suksesnya kita. Juga ada harapan dari para karyawan yang melihat poster peserta OSN dipajang besar-besar di depan gedung sekolah, melihat medali serta capaian-capaian madrasah kita, berharap agar kelak kitalah kelak yang akan membawa perubahan pada bangsa.

Maka rasa-rasanya jahat sekali kalau kita berubah jadi lebih buruk daripada saat di IC dulu. Memang tidak ada sekolah yang menjamin lulusannya akan sangat baik di luar. Pesantren seagamis apapun. Tapi kalau ingat bahwa dedikasi serta keikhlasan para guru semasa kami di IC, para karyawan yang setiap hari membantu merawat fasilitas, memasakkan makan, serta melayani setiap hari, ah, mana tega... Bapak, Ibu, saya rindu.... :"

Pak, Bu, seperti yang selalu kami lantunkan depan ruang guru saat 25 November menjelang, 

"Tanpamu, apa jadinya aku..."

Semoga rahmat dan kasih sayang Allah selalu ada untuk Bapak dan Ibu semua. Ilmu-ilmu ini amal jariyah kalian, Pak, Bu. Kesetiaan kalian dalam melayani kami, biarlah jadi teladan bagi kami semua. Biarlah kami akan jadi saksi kebaikan  Bapak dan Ibu di hari akhir kelak. Semoga keluarga besar IC dikumpulkan semua di SurgaNya, ya Pak, Bu. Aamiin.

untuk IC, yang entah bagaimana selalu berhasil membuat rindu
Jogja, 27 Maret 2014 22.30

Cerita GMIF#2 (Sounds Like TGIF) : The 1st Meeting

Jumat, kumpul pertama. Gedung CED, pukul 15.30. Saya ke CED habis shalat Ashar. Alhamdulillah CED nggak sejauh MU dari Milan. Di perjalanan ke CED saya udah nawaitu mau bikin tulisan selama dapet bimbingan dari para coach GMIF, doakan ya biar istiqomah nulisnya. Btw, GMIF itu tiba-tiba terdengat seperti TGIF, hehe. Efek hari Jumat kali ya. Tau kan, TGIF itu Thanks God It's Friday.

Saya orang kedua yang sampai di sana-selain Mbak Birrul tentunya. Orang yang pertama saya kenal adalah Mbak Mila, Kedokteran Hewan 2011. Mbak Mila ini ternyata nggak tau kalau salah satu syarat daftar GMIF adalah second year student, tapi entah apa rencana Allah Mbak Mila lolos seleksi. Kemudian satu per satu yang lain pun datang Ada Imad anak Elektro, Ibnu anak Kimia *btw saya satu fakultas sama Ibnu tapi baru kali ini tau Ibnu, sebelumnya bahkan liat orangnya di kampus juga belum pernah, Devi anak Teknologi Pertanian, Nabil anak Mesin, Sekar anak Kehutanan, Putri anak Geografi, Hanif anak Psikologi, Ino anak Peternakan, Mbak Chaye anak Farmasi. Kalo Mbak Chaye juga 2011 tapi cerita daftarnya pas Jumat ini saya nggak tau, jadi dipending dulu aja ya sampe ceritanya pas waktunya sama ketika saya beneran tau. Oya, beberapa orang nggak datang.

Di pertemuan pertama ini, Imad sama Nabil cerita mimpinya masing-masing. Lebih mimpi ke Indonesia ke depannya mau gimana, sih. Terus ini agak menohok diri saya gitu deh, halo Fitri, mimpimu Indonesia ke depan itu pengennya seperti apa? Jujur, saya belum pernah mikirin matang-matang. Ketauan banget ya ini mereka berdua pasti punya track experience yang bikin mereka mikir tentang Indonesia dan upaya apa yang sedang merea tempuh saat ini guna kebaikan Indonesia kelak (yang mereka ceritakan juga -> Mimpi saya Indonesia itu nant....makanya sekarang saya...). Super sekali.

Selain peserta komapres yang hadir ada Mbak Birrul serta Mas Maul. Mas Maul ini anak Geofisika sebenarnya, sefakultas sama saya tapi -maafin saya Mas- sedihnya saya baru tau Mas Maul ini selama oprek GMIF. Padahal kalo kata Mbak Birrul "Kalo Maul udah tau semua lah ya." Oleh mereka berdua kami diceritakan kenapa Komapres bentuk GMIF *angkatan ini GMIF angkatan pertama. GMIF ini salah satu project para mapres selain inspirasi.ugm.ac.id Kagum ya, sama orang-orang hebat yang saya yakin sebenarnya mereka pun pasti punya kesibukan masing-masing. Tapi mereka tetap meluangkan waktunya demi sharing-sharing info buat adek-adeknya ini *terharu. Subhanallah, bener deh emang sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat buat yang lainnya. Semoga kalian mendapatkannya Mbak, Mas :)

Selain Mbak Birrul dan Mas Maul, ada juga Mbak Rida (FEB *lupa angkatannya), Mas Muhsin (Peternakan 2010), dan Mas Obi (Peternakan 2010). Ketiganya para peserta seleksi Mapres tingkat Univ tahun ini -yang otomatis sudah melalui seleksi fakultas sebelumnya. Berhubung catatan di notes saya rada acak-acakan, tapi intinya saya pengen nyampein apa aja yang mereka sampaikan pas kumpul pertama itu yang merupakan hal baik yang bisa diambil maknanya juga :)
"Untuk menjadi hebat, banyak challengenya, banyak tantangannya"
"Saya mungkin termasuk mahasiswa yang salah jurusan," kata Mbak Rida di awal pertemuan. Jadi manteman, Mbak Rida ini anak Akuntansi, tapi aktif pake banget di dunia lingkungan. Bahkan pengalaman ke luar negeri juga karena keaktifannya di dunia lingkungan. Mbak Rida cerita kalau dulu waktu -kalo nggak salah ingat- di Amerika, ada project bikin semacam tempat pengolahan sampah. Ngebangunnya itu pake batubata, semen, dan sebagainya. "Di antar kami nggak ada anak teknik sipil, kami ngaduk semen sendiri, bangun sendiri." *terus di kepala saya ingat tukang yang waktu itu bangun rumah pas jaman saya masih kelas 3 SD. "Saya juga kadang diledek teman di kampus. 'Kamu emang masih kuliah?' Karena saya mungkin lama nggak keliatan di kampus kalau ada agenda ke luar negeri atau kegiatan lingkungan lainnya. Atau diledek 'Aktivis lingkungan kok masih naik motor? Saya juga sekarang naik sepeda walau pada saat tertentu masih naik motor.'"

"Hidup itu harus berimpact. Jangan sekali-kali membawa kerusakan di muka bumi."
-Rida Nurafiati 

Mas Muhsin cerita kalau dia adalah ketua BEM Fakultas dengan masa jabatan terpendek yang pernah ada di UGM. Hanya 3 bulan. Jadi ceritanya pas itu ada info tentang belajar sapi di Australi-dalam jangka waktu yang cukup lama. Nah sayangnya anak Peternakan ini nggak ada yang daftar. Teru ada dosen yang nyuruh Mas Muhsin daftar. Awalnya nggak mau, tapi akhirnya terpaksa *mungkin nggak enakan gitu kali ya sama dosen. Nah seleksi awal lolos, selanjutnya wawancara. Udah niat nggak mau datang untuk wawancara, dipaksa-paksa sama senior buat datang. Lucunya, pas wawancara kan ada dua orang, satunya yang orang bule satunya semacam orang Indonesia yang ngarahin gitu. Mas Muhsin di awal bilang saya nggak bisa Bahasa Inggris. Terus orang itu bilang udah jawab sebisanya aja, yes no yes no, jawab pake Bahasa Indonesai juga nggakpapa. Eh pas udah dijawab secukupnya, campur pake Bahasa Indonesia, orang itu malah bilang 'Nih bule kagak ngerti nih, jawabnya pake Bahasa Inggris' -________- Rencana Allah meloloskan Mas Muhsin dalam tahap itu. Galau deh, soalnya Mas Muhsin saat itu emang baru menjabat jadi ketua BEM Fapet. Akhrinya setelah urus banyak hal, Mas Muhsin diturunkan secara terhormat dari jabatannya. Ciaaaat, pergilah Mas Muhsin ke Australi belajar sapi.
"Yang paling baik adalah yang paling bermanfaat buat orang lain. Jangan mau masuk surga sendirian!"
-Muhsin Al Anas

 Mas Obi, saya nggak begitu ingat cerita apa *maaf Mas. Tapi yang jelas Masnya ini baru pulang dari India dan akan ke Jepang Senin besok istilahnya kalo ngebahasain Jumat itu mah. Karena harus ke luar negeri itu akhirnya Mas Obi nggak bisa datang seleksi Mapres. Kalo kata Mbak Birrul sih 'Hdup adalah pilihan dan bagaimana memanajemen pilihan itu'. Oya teman-teman Mas Obi nyaranin kita buat follow @twitkuliah *alhamdulillah udah follow. Jadi di sana banyak info exchange, summer school, conference, lomba, dan lain-lain. Mas Obi ini pas ke India kemarin ketem langsung sama pemilik akun tersebut, anak Hukum UI.
"Kalian perlu ke luar negeri. Karena dengan ke luar negeri kalian bisa mencintai megeri sendiri"
 -Mas Obi


Selanjutnya kami para anggota GMIF dikasih project buat jadi panitia teknis acara seleksi Mapres. Nabil jadi ketua seleksi pertama dan yang kedua ketuanya Ibnu. Para coach bilang GMIF punya waiting list, jadi kami yang nggak disiplin pada kumpul GMIF bisa jadi kemudian digantikan oleh peserta waiting list. Jadi ingat, Mas Maul sama Mbak Birrul bilang, mereka sukses juga mengorbankan banyak hal. Jarang masuk kuliah, misalnya.
"Ada yang harus ditinggalkan, tapi titik beratnya adalah komunikasi." 
Ketika mereka sering gak masuk, absen gak mencukupi syarat ikut ujian, dan lain sebagainya. Komunikasi itu penting, makanya mereka bisa ikut ujian. Mbak Birrul juga menekankan ke kami tentang pentingnya konfirmasi. Jadi ingat dulu kata Mas Dimas di Medinfo "Konfirmasi itu bukan hanya sekadar memberi kabar, tapi juga mempererat silaturahmi".

Panjang banget ya tulisannya, hehe. Semoga bisa diambil manfaatnya ya. Oya saya lupa siapa yang bilang, kata-katanya begini :
"Gerbang kesuksesan itu saat kuliah, bukan saat sekolah. Organisasi, nulis *kayanya ini maksudnya paper/jurnal ilmiah gitu deh*, aktif kegiatan. Fase tahun pertama kedua itu fase investasi. Investasi dulu untuk jalani sesuatu sedikit demi sedikit."
Sudah dulu kok ceritanya. Semoga bisa menginspirasi, membakar semangat, atau sekedar diambil hal baiknya. Ga ada fotonya tapi no pict gak hoax kok :P. Sampai jumpa di cerita SuperCampI Seleksi Mapres ;)

Jumat, 21 Maret 2014

Selasa, 01 April 2014

Agar Bangun Malam

Seseorang pernah mengeluhkan dirinya yang sulit untuk bangun (mengerjakan shalat malam) 
Ibrahim bin Adham—seorang Tabi’in yang terkenal di masanya—memberikan nasehat bijak: 
"Janganlah engkau bermaksiat kepada-Nya di siang hari, niscaya Dia akan membangunkanmu di malam hari. Sebab kehadiranmu di hadapan-Nya merupakan kemuliaan. Dan orang yang bermaksiat tidak layak mendapatkan kemuliaan itu."

Agar Bangun Malam #selfnote

CeritaGMIF#1: Di Balik Layar

Semester lalu saat kajian kemuslimahan KMFM, Mbak Birrul, Mapres (Mahasiswa Berprestasi) UGM 2013 jadi pembicaranya. Saya inget banget Mbak Birrul yang hebat dan sangat inspiring itu di akhir nyaranin kita para peserta untuk ikut SP2MP (Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan). SP2MP (tahun ini namanya SP2KM : Sahabat Percepatan Pengembangan Kapasitas Mahasiswa) merupakan program dari Direktorat Kemahasiswaaan UGM yang rutin diadakan tiap tahun. Selain karena SP2MP ini melatih kemimpinan dan punya impact yang cukup bagus, Mbak Birrul bilang acara ini juga akan membuat kita punya teman dari berbagai fakultas di UGM yang gede sekali ini. "Saya sadar saya harus punya teman dari seluruh fakultas di UGM, salah satu caranya memang dengan mengikuti UKM univ. Tapi mengikuti UKM univ itu pasti kegiatannya sibuk sekali, sampai malam, dan sebagainya. Makanya adik-adik saya sarankan untuk mengikuti kegiatan SP2MP," begitu kira-kira kata Mbak Birrul saat itu.



Kata-kata Mbak Birrul melekat banget pada ingatan saya (gak cuma tentang SP2MP tapi yang lainnya juga kok :D). Sampai kemudian saat SP2MP oprek dan tahun ini khusus 2012 *jadi SP2MP itu emang alokasinya per angkatan gitu, kalo tahun ini buat 2012 berarti taun depan udah ga ada kesempatan. Tapi begitu lihat timeline kegiatan saya jadi mikir-mikir lagi. Apalagi waktu liat timeline kegiatannya yang cukup padat pas weekend-weekend. Bukannya mau libur, saya ga enakan banget kalo banyak-banyak izin sama anak MII. Padahal dulu Mbak Birrul ikut SP2MP pas jadi ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan yang otomatis pasti super hectic dibandingkan posisi saya di MII saat ini. Mbak Birrul bilang dulu juga ia memohon pengertian dari teman-temannya. Mengamanahi PH lain untuk menggantikan pada beberapa kegiatan. "Insya Allah aplikasi SP2MPnya ini juga akan memberi efek positif pada organisasi yang saya pimpin," begitu katanya.

Tapi, yang namanya saya masih belepotan gini ngatur diri dan udah kebayang ga enakannya kalo mesti sering izin *sekarang aja udah sering izin*. Akhirnya saya memutuskan untuk ga usah ikut dan ga care lagi sama info SP2MP *dadah*. Kesempatan baik yang ga akan datang dua kali itu saya tinggalkan.

Kemudian pertengahan Maret lalu, kira-kira tanggal 10 Maret atau sebelumnya, saya liat di home FB muncul statusnya Kak Fadjar ketua BEM MIPA yang isinya pendaftaran Gadjah Mada Inspiration Forum. Inti yang saya tangkap adalah ini komunitas yang akan dibina sama (Kommapres) Komunitas Mahasiswa Berprestasinya UGM. Mana profokatif banget posternya nampilin foto yang mana 3 orang dari 4 orang di poster itu saya udah pernah ketemu langsung. Mas Handi sama Mbak Mona di Final ImagineCup 2013, terus ya Mbak Birrul, Mapres UGM. Persyaratan applynya kirim email CV, transkrip sama essay pake Bahasa Inggris maksimal 500 kata. Dikirim 'before March 14th, 2014'. Sampe detik itu yang nempel di kepala adalah deadlinenya 14 Maret.

Saya tanya dua teman saya yang di mention sama Kak Fadjar di status itu : Himaya, anak Fisika 2012 sama Nabil, temen IC, anak Teknik Mesin. Dua-duanya mau daftar. Saya makin termotivasi meski nyadar diri banget kalau diri saya jauh lah dibanding mereka berdua. Tapi tetep saja niatnya makin bulet mau daftar. Dan kemudian berpikir bahwa ini mungkin bisa jadi pengganti SP2MP yang gak bisa saya ikuti  itu. Apalagi programnya hanya 2 bulan*jadi kayak OLC*, relatif lebih singkat dibanding SP2MP yang sampai Oktober

Yang sangat disayangkan dari niat saya adalah seriusnya yang sangat deadliners. Huaaaaa tanggal 13 sebelum rapat OLC dimulai saya nyicil bikin CV pake Bahasa Inggris (Pelajaran 1 : Bikin CV, dan edit kapanpun kamu selesai pada suatu kegiatan atau punya prestasi terbaru pada suatu kegiatan, biar ga numpuk kalo sewaktu-waktu buth kan jadi cepet :3). Mana ga pernah bikin CV Bahasa Inggris pula-,-. Akhirnya setelah mengingat-ingat blogwalking orang-orang kece saya pernah terdampar pada CV dua kakak keren yang pertama kali saya kenal pas final ImagineCup2013 : Mbak Mona sama Mbak Vina. Langsung buka chrome dan dua tab berdampingan isinya keduanya. Ditambah satu lagi : googletranslate :P

Jumat pagi tanggal 13, sebelum masuk Milan ketemu Himaya depan pintu masuk Milan. SMS terakhir Maya belum saya bales dan didalamnya berbunyi, lagi mau kirim emailnya ya Fit? *kira-kira isinya begitu*. Padahal saya bahkan belum bikin essaynya. Eh pas ketemu Maya itu ternyata malah dia yang udah kirim emailnya -.-. Terus saya makin sport jantung, keinget apply Jenesys yang tertolak karena email daftarnya udah kepenuhan email masuk : bahkan sebelum form saya dibaca saya udah tertolak di pintu masuknya T.T. Maya bilang pagi itu, 'Deadlinenya hari ini kan Fit?' Nada pertanyaan yang lebih kayak peringatan. Saya cuma jawab 'Eh iya ya?' sambil menenangkan diri karena seinget saya deadlinenya tanggal 14.

Jumat malam, saya kembali menuntaskan CV dan buka file word baru buat bikin essay. Ngantuk, kemudian nyemangatin diri sendiri lagi. Sampai ketika ngantuk bingit akhirnya buka FB bentar. Terus saya liat lagi poster opreknya dan terbelalak ketika melihat bahwa deadlinenya adalah BEFORE MARCH 14TH, 2014. Before means, hari ini, tanggal 13.

Alhasil, ngebutlah saya. Dengan Bahasa Inggris yang super pas-pasan. Nggak pake cek-cek grammar lagi, mikir kemudian nulis dibantu kekuatan google translate. Waktu saya hanya satu jam sampai 00.00. Sampai akhirnya jam 12 kurang 3-6 menitan *lupa* saya submit. Keren amat Fit bikin essay Bahasa Inggris secepet itu. Iya keren emang, soalnya ga pake ngeliat grammar dan essay saya disudahi karena perkara waktu. Jangankan ngecek. Bahkan essay saya baru mencapai angka 200 sekian kata. Jauh banget dari 500 dan seharusnya masih bisa dimaksimalkan. Tapi apa daya, waktu adalah sesuatu yang tidak bisa dikalahkan *kata Bang Tere*. Akhirnya terkirimlah berkas saya*fiuuh, tarik nafas lega.

Keesokan harinya, siang-siang di Gazebo saat buka FB saya liat Mas Handi ngeshare poster oprek GMIF dan bilang deadlinenya malam ini pukul 00.00. Saya bengong dan kemudian memutuskan unntuk email CPnya tentang kapan deadline sebenarnya dan tanya boleh enggaknya perbaiki essay. Maghrib cek lagi udah ada balasan, katanya deadlinenya malam ini dan saya masih boleh perbaiki essay. Akhirnya, malam itu saya kembali berkutat dengan essay tersebut.

Malangnya, tiba-tiba saya terbangun dengan kondisi tertidur yang mengenaskan di lantai di depan laptop yang ditaroh di atas box. Badan super pegel karena kondisi tidur yang nggak normal. Entah mungkin malam itu kecapean. Kalo ga salah malam itu juga baru pulang jam 8 malam abis pelatihan SI. Saya lihat jam dan terbelalak, sudah jam dua malam. Baiklah, revisi saya yang memang baru setengah jalan itu...kemudian sia-sia.

Satu dua hari berlalu. Sampai suatu malam di mana saya udah mau off, saya iseng cek email dan kemudian...email itu ada di inbox, email lolos GMIF. Emailnya kelihatannya dikirim secara serentak ke 15 orang yang lolos. Saya lihat nama itu satu per satu dan senang karena ada yang saya kenal yaitu Nabil. Sekaligus sedih karena Himaya nggak lolos. Padahal kayaknya Himaya lebih kompeten daripada saya. Subhanallah, saya langsung teringat kata-kata bijak itu : tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Subhanallah, terima kasih Allah atas berkah ini. Saya langsung konfirm Mbak Birrul malam itu juga, terus ngabarin Nabil buat cek email.

Sejujurnya saya takjub dan sempat mikir apa panitia nggak salah nulis nih, atau jangan-jangan formnya cuma keselip opo piye lah yang selintas kayak kesalahan teknis gitu. Nabil udah punya pengalaman internasional dan sangat aktif di kampus. *Bandingin sama Nabil soalnya baru dia doang yang aku kenal*Jauh banget lah ama saya. Tapi kalo diinget-inget tentang tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua pasti rencanaNya, maka saya kembali meyakini bahwa GMIF ini ya...memang ditakdirkan begitu :))

Semoga bisa mengikutinya secara maksimal, doakan saya ya teman-teman :)



*ah iya, salah satu yang paling nyesel adalah, saya lupa melulu gak share info ini di grup ilkomp12 :'(